Rindu Berkelana: Kilas Balik 'Solo Traveling' ke Malang

ke·la·na 
(n) perjalanan ke mana-mana tanpa tujuan tertentu; kembara.


29 Januari 2018. Rasanya sudah lama tidak berkelana, berkembara. Melakukan sebuah perjalanan tanpa tujuan yang jelas. Melakukan sebuah petualangan tanpa cemas. Rindu berkelana, rindu berkembara.



***


4 Juli 2017. Kereta yang saya tumpangi dari Solo tiba di Stasiun Malang. Pagi-pagi di Malang, sendirian. Bebas, tak berbatas.

Itulah kali pertama saya melakukan perjalanan seorang diri ke kota orang. Bukan tanpa tujuan, saya kembali ke Malang dalam rangka rehat. Lelah rasanya setiap hari duduk di depan komputer, dikejar target, selama 8 jam lamanya.

Kota Malang memang tak asing di mata dan telinga saya. Tapi pergi ke kota ini seorang diri, tentu pengalaman baru yang menyenangkan.

Lalu apa yang saya lakukan selama di Malang? Banyak! Apapun yang saya inginkan, saya lakukan hari itu. Sarapan nasi rawon, mencicipi es krim legendaris, jalan-jalan keliling Malang (naik sepeda motor sewaan). Malam harinya saya mencicipi mie di dekat Pasar Besar, yang ditutup dengan jalan-jalan di night market tak jauh dari sana.

Sudah puas? Tentu saja belum.


***

5 Juli 2017. Usai shalat subuh, saya tak bisa memejamkan mata lagi. Saya memilih ke lantai 1 hostel tempat saya menginap. Pak Albert, pemilik hostel menyadari saya turun dari lantai 2. Ia menyusul saya ke dapur.

"Kok pagi-pagi sekali?" tanya Pak Albert sambil menyalakan televisi.

"Udah jauh-jauh ke Malang, sayang kalau bangun kesiangan, pak," saya menjawab sembari menyeduh teh.

Di meja makan, telah disiapkan roti tawar dan roti gandum. Lengkap dengan berbagai selai, meses, dan mentega. Di meja seberang, kopi, teh, dan gula berjejer rapi.


"Terus rencananya hari ini mau ke mana?" tanya Pak Albert lagi.

"Belum tahu pak, hehehe. Pengen yang agak jauh, ke alam," saya nyengir karena tak punya tujuan.

"Mau ke Batu atau ke Bromo? Eh tapi kamu pulang nanti sore ya? Pasti nggak akan puas kalau sebentar," Pak Albert menjawab pertanyaannya sendiri.

Setelah Googling, akhirnya saya menemukan satu destinasi yang ingin saya kunjungi: Candi Singasari. Saya menanyakan waktu tempuh dari hostel menuju Candi Singasari pada Pak Albert. Walaupun sebelumnya saya sudah mencari tahu melalui Google Maps.

"Arah ke Surabaya. Nggak jauh kok, 30 sampai 45 menit paling lama," katanya, sama seperti Google Maps.


***

Menjelang siang, akhirnya saya tiba di Candi Singasari. Melewati jalan raya super ramai berisi kendaraan besar yang akan menuju Surabaya. Mengikuti rasa penasaran yang sayang kalau dilewatkan.

Siang itu, saya mengitari Candi Singasari yang tak begitu luas. Sambil ditemani penjaga candi. Beliau banyak bercerita tentang sejarah candi, Kerajaan Singasari. Tak lupa, beliau sedikit curhat tentang upahnya yang tak seberapa.


Puas berkeliling, saya pamit pulang. Dari dalam pos, penjaga candi itu membalas senyum yang saya lemparkan.

"Hati-hati pulang ke Solo ya, mbak," katanya sebelum saya menjalankan sepeda motor.


***

5 Juli 2017. Menjelang tengah malam akhirnya saya tiba di Stasiun Balapan. Dari perjalanan dua hari yang saya lakukan, saya menyimpan beberapa harapan. Keinginan-keinginan dan beberapa mimpi yang ingin saya wujudkan.

***

29 Januari 2018. Setengah tahun usai perjalanan yang membuat kecanduan. Hari ini saya merindukan petualangan. Perjalanan tanpa tujuan. Saya rindu berkelana, saya rindu berkembara.

P.S: beberapa catatan perjalanan telah dipublish di travel.tribunnews.com pada Juli 2017 lalu.

Comments

Popular Posts