Mabuhay ang Pilipinas, Terbang dari Manila Menuju Cebu
"Mabuhay! Ladies and gentlemen, welcome to Ninoy Aquino International Airport. Local time is 19.35 and temperature is 31 degrees celcius."
Kurang lebih kalimat itulah yang
terdengar saat pesawat yang kami tumpangi mendarat di Ninoy Aquino
International Airport di Manila, Filipina. Dalam Bahasa Filipina, kata
"mabuhay" digunakan sebagai salam untuk orang lain, seperti halnya
"horas" dalam Bahasa Batak.
Saya dan tiga rekan dari
Tribunnews berkesempatan untuk mengunjungi dua kota di Filipina, yaitu Cebu dan
Davao. Cebu terletak di Kepulauan Visayas, sedangkan Davao di Kepulauan
Mindanao, keduanya dipisahkan oleh Laut Bohol. Untuk menuju kedua kota
tersebut, diharuskan untuk transit terlebih dahulu di Ninoy Aquino
International Airport, Manila, yang terletak di Kepulauan Luzon. Sama halnya
dengan Indonesia, Filipina merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 7.107
pulau, yang terbagi menjadi tiga gugusan kepulauan, yaitu Luzon, Visayas, dan
Mindanao.
Waktu menunjukkan pukul 19.35
waktu setempat saat kami tiba di Manila. Perbedaan waktu di Manila dengan
Jakarta adalah sekitar satu jam. Seperti yang diketahui, Manila satu jam lebih
cepat dibandingkan Jakarta.
Perjalanan masih dilanjutkan
menuju Cebu menggunakan pesawat terbang dengan durasi waktu sekitar satu jam.
Sesuai dengan waktu yang tertera pada boarding pass, pesawat menuju Cebu akan
lepas landas pukul 22.30 waktu setempat. Karena masih ada waktu sekitar tiga
jam, kami memutuskan untuk makan malam terlebih dahulu.
Agak sulit untuk menemukan
makanan halal di bandara Manila. Sejumlah restoran di bandara rata-rata
menyajikan makanan berbahan dasar babi. Tak habis akal, kami pun membeli ayam goreng plus nasi di salah
satu gerai makanan cepat saji ternama di Filipina, Jollibee. Sepaket nasi
dengan ayam goreng dan sebotol air mineral dibanderol dengan harga
108 php atau sekitar Rp 28 ribu, harga yang tergolong terjangkau untuk ukuran
gerai di bandara.
Sekadar informasi, Filipina
menggunakan mata uang peso dengan lambang php. Untuk menukarkan uang, di
terminal 1 Bandara Manila tersedia tiga gerai money changer. Nilai tukarnya
cukup tinggi, 50,1 php untuk 1 dolar AS, atau sekitar Rp 13 ribu. Usai menyantap
makan malam (yang terlambat), kami pun memutuskan untuk masuk ke ruang tunggu
sambil menunggu boarding gate dibuka.
Sambil menunggu dibukanya
boarding gate, kami menghabiskan waktu di ruang tunggu dengan fasilitas wifi
yang tersedia di bandara. Meskipun dikenal dengan negara yang buruk dalam
jaringan internet, namun fasilitas wifi di Ninoy Aquino International Airport
terbilang cukup baik. Dengan kecepatan internet 1 gbit/second, kami tak merasa
bosan saat menunggu boarding gate dibuka.
Satu lagi, fasilitas wifi di
bandara Manila tanpa menggunakan password, sehingga siapapun bisa mengakses
internet di bandara yang terletak di kawasan Pasay ini. Selain fasilitas wifi,
Ninoy Aquino International Airport juga terbilang baik dalam fasilitas toilet.
Sekadar informasi, di Filipina, sangat jarang ditemukan tulisan
"toilet", rata-rata tempat publik menggunakan istilah "comfort
room" atau "rest room".
Waktu menunjukkan pukul 22.00
saat boarding gate maskapai Philippine Airline menuju Cebu dibuka. Kami pun
bersiap untuk antre sambil menyiapkan paspor dan boarding pass sebagai tanda
bukti kepada petugas gate. Tepat pukul 22.30, pesawat yang kami tumpangi lepas
landas dari Ninoy Aquino International Airport menuju Mactan-Cebu International
Airport.
*Artikel ini mengalami sedikit
perubahan dari artikel aslinya. Artikel asli beserta catatan perjalanan lain selama trip di Filipina dapat dibaca di travel.tribunnews.com.
Comments
Post a Comment